Mungkin ini cara berkomunikasiku disaat hujan menyapa bumi, mendengungkan dongeng klasik pengantar tidur. Lima tahun perjalanan menyambut doa penuh semoga. Nada-nada riang, kesedihan ataupun kegelisahan menjadi letupan pertama diakhir pekan.
Semilir angin menyapu beringin bersama ranting-ranting yang beradu merdu. Begitu juga senja akan berganti bulan diiringi orkes bintang malam. Aku selalu bertemu secangkir kopi menjelang detik awal aku meninggalkan kotamu. Kisahmu tak akan mudah aku lupakan semua berbaur menjadi roman dan kusimpan dalam mimpi diperaduaan ujung malam. Dingin menyelimuti, mengulum senyum kasat mata tak sengaja kenangan saling sapa dan kita berdialog tanpa kata.
Layaknya sebuah film disetiap chapter dimainkan mundur, smua mengingatkanku dari selembar catatanku pada setiap langkahku. Kemudian aku selipkan diantara halaman diari terakhirku hingga waktunya nanti aku ingin seperti bumi yang selalu dicumbu tangis langit bersama edelwis yang setia menungguku.
Ketahuilah, aku mengantarkanmu pada suatu titik yang diam-diam selalu kau rindukan”. Sayup-sayup masih terdengar lantunan nada itu dari kejauhan. Dan aku pun sudah berlayar jauh ke dalam dunia tanpa batas hingga saatnya kita akan sampai pada sesuatu yang pernah terjadi, pernah dilalui dan pernah kita temui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar